Kota Madiun: Daya Beli Masyarakatnya Tinggi, UMR-nya Tidak!

Berdasarkan data statistik daerah-daerah di Indonesia dan didukung oleh studi literatur, secara umum ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menaikkan pendapatan daerah, termasuk di dalamnya kenaikan Upah Minimum Regional/ Upah Minimum Kota:
1. Industri Manufaktur dan Produktivitas Tenaga Kerja
Pernahkah kalian bertanya, daerah mana saja di Indonesia dengan UMR/UMK tertinggi? Ok, kalau kita gali lebih dalam, daerah dengan UMR yang tergolong tinggi di Indonesia hampir selalu linear dengan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Sektor Industri Pengolahan (industri manufaktur) yang besar.  Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, DKI Jakarta, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto adalah beberapa nama dengan kontribusi industri manufaktur yang besar dalam PDRB daerah. Artinya, industri manufaktur memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian daerah. Pengecualian dengan Kota Kediri (maaf sebut merek) dengan alasan yang akan saya jelaskan pada paragraf di bawah.

(Sumber: Al-Jazeera)
Tapi, ada tapinya. Walaupun misal kita berandai-andai banyak perusahaan industri manufaktur berbondong-bondong memindahkan operasionalnya ke wilayah Madiun dan sekitarnya, tidak melulu UMR akan naik begitu saja. Lha, katanya tadi kontribusi  industri manufaktur bisa meningkatkan UMR? Ya, memang benar. Tapi, ada variabel lain yang berpengaruh dalam naiknya UMR, diantaranya adalah produktivitas tenaga kerja dan  sektor ekonomi pendukung. Kenapa produktivitas berpengaruh? Ya karena rumus naiknya UMR salah satu variabel yang dihitung adalah variabel pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dilihat darimana? Pertumbuhan PDRB. Kalau PDRB hanya naik di industri manufaktur, maka bisa jadi produktivitas buruh di industri itu saja yang naik. Bagaimana dengan pekerja dari sektor ekonomi lain? Apakah produktivitasnya naik? Belum tentu. Oleh karena itu, sektor ekonomi lainnya juga perlu diperhatikan selain industri manufaktur.
2. Ekosistem Startup Teknologi dan Ekonomi Digital 
Di zaman serba digital ini, potensi ekonomi yang dihasilkan dari ekonomi digital sangat besar. Mau bagaimana lagi, produk atau layanan berbasis digital pasarnya bisa menembus pasar global dengan mudah. Dalam ekonomi digital pula, kita tidak berbicara lagi mengenai pasar ekonomi konvensional yang dimana jarak sangat berpengaruh. Sekarang ini, investasi dolar Amerika pun bisa kita jangkau dengan mudah melalui globalisasi akibat ekonomi digital ini. Di luar negeri, khususnya Amerika Serikat, perusahaan-perusahaan dengan pangsa pasar yang luar biasa besar adalah perusahaan teknologi. Microsoft, Nvidia, Apple, AMD adalah secuil contoh pangsa pasar yang timbul oleh produk teknologi akibat digitalisasi ekonomi.

(Sumber: World Bank)
Kita nggak usah muluk-muluk mau mendirikan perusahaan teknologi sebesar dan se-advance perusahaan-perusahaan tadi. Yang perlu dilakukan adalah mulai membangun ekosistem ekonomi digital dan mendorong inkubasi startup teknologi dari muda mudi Madiun yang melek teknologi dan punya ambisi tinggi. Caranya gimana? Bisa melalui insentif melalui kebijakan daerah, fasilitasi pemda, atau mengajak kerja sama startup-startup tadi dalam proyek-proyek pemerintah daerah seperti misalnya program Smart City dan lainnya. 
Sejatinya, yang dibutuhkan startup untuk bertumbuh adalah dukungan kebijakan, investasi modal, dan tenaga kerja terampil. Pemda bisa masuk melalui dukungan kebijakan dan menjembatani investasi modal melalui peraturan daerah yang mendukung iklim investasi. Nah, untuk tenaga kerja terampil, ini baru bisa masuk ketika ekosistem ekonomi digital dan teknologi sudah punya fondasi yang cukup kuat.  Kalau mau belajar, kita bisa mengambil hikmah dari kisah sukses Bengaluru yang jadi Silicon Valley-nya India.
3. Entrepreneurship
Di ilmu ekonomi, ada yang dinamakan dengan tiga faktor produksi yang membuat suatu wilayah dapat “lepas landas” level ekonominya. Tiga faktor produksi tersebut antara lain adalah Land, Labor, dan Capital. Seiring perkembangan zaman dan makin kompleksnya perekonomian, ternyata diketahui ada satu lagi faktor yang terlewat. Tidak lain tidak bukan adalah entrepreneurship (kewirausahaan). Konon, kewirausahaan adalah jurus terakhir yang menggabungkan semua unsur faktor produksi. 
Wirausaha tidak harus mendirikan perusahaan dengan modal besar atau memperkerjakan banyak orang. Wirausaha skala kecil atau UMKM (small and medium enterprises/SMEs) adalah salah satu pendorong geliat ekonomi di suatu wilayah. Dengan wirausaha, individu dapat membuka aktivitas ekonomi baru. Ketika skala bisnis sudah berkembang, maka bisnis tersebut akan memperkerjakan tenaga kerja dan berkesempatan mendapatkan investasi modal yang cukup untuk memperkerjakan lebih banyak orang. 

(Sumber: The Jakarta Post)
Saya tahu, membuka usaha atau memulai berwirausaha tidak segampang membalikkan telapak tangan. Jujur, saya saja nggak punya modal dan mental yang kuat untuk menjadi wirausahawan. Nah, benang merahnya ada disini. Kalau warga daerah jarang ada yang punya modal, kita undang saja orang dari daerah lain dengan modal besar.  
Pemerintah Daerah sebenarnya bisa membuat iklim bisnis di daerah menggeliat. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengundang orang dari wilayah lain untuk membuka bisnis di wilayah Madiun adalah dengan melakukan penyederhanaan birokrasi dalam perizinan berusaha, memberikan insentif dalam bentuk kebijakan bagi sektor usaha yang menyerap tenaga kerja, atau insentif ekonomi seperti insentif pajak dan sebagainya. Intinya, ease of doing business yang selama ini digembar-gemborkan untuk mendongkrak ekonomi perlu dilakukan secara cepat dan tepat. Satu, agar tidak keduluan daerah lain (kediri misalnya hehe), dua, agar dapat menguntungkan pengusaha, tenaga kerja, dan warga Madiun sendiri lebih tepatnya.
Terus, kalau ada yang tanya, emang ada orang yang mau buka bisnis di Kota Madiun? Lah, warga Madiun itu royal bos. Pengeluaran per kapita warga Kota Madiun  adalah yang tertinggi ke tiga se-Jawa Timur. Ya, anda nggak salah baca, kita cuma berada di bawah Kota Surabaya dan sedikit di bawah Kota Malang. Marginnya saja jauh dengan Kabupaten Sidoarjo yang ada di urutan keempat, yang notabene UMR-nya dua kali lipat kita (saya nggak tau ini ironi atau bukan). Artinya apa? Daya beli masyarakat Kota Madiun itu tergolong tinggi, belum lagi ketambahan orang-orang dari wilayah sekitarnya (baca: Magetan, Kabupaten Madiun, Ponorogo) yang sering menghabiskan uang disini. Jadi, tidak ada alasan kalau Madiun kota itu tidak seksi dalam hal potensi bisnis. Tinggal “marketing” dari pemerintah daerah saja bagaimana pintar-pintar memanfaatkan data ini. 
Kesimpulannya, UMR tidak akan naik kalau kita hanya protes. Produktivitas tenaga kerja dan sektor ekonomi secara keseluruhan harus ditingkatkan agar output ekonomi daerah juga meningkat dan bisa “dibagi-bagi” lebih besar ke warganya. Peningkatan produktivitas bisa melalui tiga hal tadi, yang pendekatannya juga berbeda-beda. Pun, cara tersebut bisa diimplementasikan di Kota Madiun atau wilayah di sekitarnya. Semua tergantung niat dan strategi Pemda. Sekian.

Referensi
Anyansi-Archibong, C. (2010). Entrepreneurship as a Critical and Missing Factor in Economic Development of Poor Nations: A Systematic Analysis of Factors of Production 7 Entrepreneurship as a Critical and Missing Factor in Economic Development of Poor Nations: A Systematic Analysis of Factors of Production.
Auzina-Emsina, A. (2014). Labour Productivity, Economic Growth and Global Competitiveness in Post-crisis Period. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 156, 317–321. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.11.195
Baxriddin Jurayevich, M., & Baxtiyarjon Bulturbayevich, M. (2020). THE IMPACT OF THE DIGITAL ECONOMY ON ECONOMIC GROWTH. In International Journal of Business (Vol. 01, Issue 01). 
Gomes, S., Lopes, J. M., & Ferreira, L. (2022). The impact of the digital economy on economic growth: The case of OECD countries. Revista de Administracao Mackenzie, 23(6). https://doi.org/10.1590/1678-6971/eRAMD220029.en
Guo, S., Ding, W., & Lanshina, T. (2017). Global Governance and the Role of the G20 in the Emerging Digital Economy. International Organisations Research Journal, 12(4), 169–184. https://doi.org/10.17323/1996-7845-2017-04-169
Jajri, I., & Ismail, R. (2010). Impact of labour quality on labour productivity and economic growth. African Journal of Business Management, 4(4), 486–495. http://www.academicjournals.org/AJBM
Korkmaz, S., & Korkmaz, O. (2017). The Relationship between Labor Productivity and Economic Growth in OECD Countries. International Journal of Economics and Finance, 9(5), 71. https://doi.org/10.5539/ijef.v9n5p71
LABOUR PRODUCTIVITY AS A FACTOR OF COMPETITIVENESS-A COMPARATIVE STUDY 1. (2007).
Musa Ahmed, E. (2011). Measuring the effects of labour productivity on ASEAN5 plus 3 economic growth. E3 Journal of Business Management and Economics, 2(2), 69–074. http://www.e3journals.org/JBME
https://www.google.com/search client=opera&q=labor+productivity+and+economic+growth&sourceid=opera&ie=UTF-8&oe=UTF-8/. Diakses 7 Juni 2024
https://jatim.bps.go.id/indicator/26/34/1/pengeluaran-per-kapita-riil-disesuaikan.html. Diakses 7 Juni 2024
Penulis: Ferdian Wibowo. Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Insitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
https://ouo.io/x6nCdoI

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started